Pendekatan
Klasifikasi Iklim
Thornthwaite
(1933) menyatakan tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan perincian ringkas
jenis iklim ditinjau dari segi unsur-unsur iklim yang benar-benar aktif,
terutama air dan panas.
Klasifikasi
iklim menggambarkan hubungan sistematik antara unsur iklim dan pola tanaman
dunia. Klasifikasi iklim berdasarkan pola tanaman biasanya dikaitkan dengan
hutan, gurun, padang rumput dan thundra. Pemakaian batas sederhana curah hujan
atau suhu dalam klasifikasi iklim menunjukkan hubungan antara unsur panas dan
air. Dalam keadaan suhu tinggi tanaman memerlukan banyak air untuk memenuhi
kebutuhan evapotranspirasi. Maka, curah hujan dan evapotranspirasi potensial
menjadi fokus dalam menetapkan kriteria iklim.
Iklim suatu
tempat disebut stabil apabila keadaan cuaca selama setahun tidak menyimpang
dari keadaan rata-rata, sebaliknya disebut tidak stabil apabila sering terjadi
penyimpangan besar dari keadaan cuaca rata-rata. Dikenal
beberapa sistem kilasifikasi iklim yang terdapat di Indonesia, namun
penggunaanya didasarkan pada bidang tertentu, dalam bidang pertanian sendiri
masih ditentukan oleh jenis tanaman, kondisi daerah yang ditinjau.
A. Klasifikasi Iklim Koeppen
Koppen membagi iklim di bumi menjadi 5
kelompok utama (A,B, C, D dan E) yang berpedoman dengan 5 kelompok vegetasi
alamiah yang menutupi permukaan bumi.
A = iklim hujan tropik
Af = iklim hutan hujan tropik
Am = iklim muson tropis
Aw = iklim savana
B = iklim kering
BS = iklim stepa
BW = iklim gurun
C = iklim sedang berhujan
Cw = iklim sedang dengan musim dingi yang kering
Cs = iklim sedang dengan musim panas yang kering
Cf = iklim sedang tanpa musim kering yang jelas
D = iklim hutan bersalju (kontinental
Dw = iklim kontinental dengan musim dingin yang kering
Df = iklim kontinental dengan musim dingin yang basah (humid)
E = iklim kutub
ET = iklim thundra
EF = iklim salju abadi
Dan setiap tipe iklim utama dibagi lagi menjadi:
- Penyebaran curah
hujan (f, s, w)
f = selalu
basah
s = bulan
kering jatuh di musim panas
w = bulan
kering jatuh di musim dingin
- Derajad
kekeringan (S,W)
S = stepa
atau padang rumput di daerah kering
W = gurun
kering
- Derajad
kerendahan suhu (T dan F)
T = suhu
rata-rata dalam bulan terpanas > 0 0C tetapi < 10 0C
F =
kebekuan abadi, suhu rata-rata < 0 0C
Dengan klasifikasi iklim Koeppen
diperoleh luas muka bumi yang termasuk iklim tropis 36,1 %, iklim C 27,2 %,
iklim E 18,8 %, iklim B 10,6 % dan iklim D 7,3 %.
Penerapan metode Koeppen pada prinsipnya dapat diterapkan di
Indonesia, tetapi variasi curah hujan sangat besar, maka hasil klasifikasi ini
sangat kurang menggambarkan keadaan sebenarnya. Contoh; dalam 1 tahun 120, 100, 80, 40 dan 40, terdapat 2 bulan
kering. Tetapi setelah dirata-rata jumlah bulan kering menjadi 0 (n0l, tidak
ada). Selain itu, di Indonesia tidak ada iklim gurun.
B. Klasifikasi Iklim Thornthwaite
Pentingnya presipitasi untuk tanaman
tidak hanya tergantung jumlahnya, melainkan juga intensitas penguapan. Jika
penguapan besar, maka jumlah presipitasi untuk tanaman akan lebih kecil,
daripada jumlah penguapan yang besar pada jumlah presipitasi yang sama. Nisbah
P-E disebut indeks P-E dan dihitung dengan persamaan;
Nisbah P-E
= P/E
Karena pengamatan data penguapan sangat kurang, maka hubungan
antara suhu (T) yaitu sebagai berikut:
Dengan menghitung P-E
indeks, Thornwhtaite membagi ke dalam 5 daerah kelembapan:
Kelima daerah kelembapan ini dibagi dalam 4 jenis distribusi
hujan musiman:
r = sepanjang tahun hujan
s = kekurangan curah hujan dalam musim panas
w = kekurangan curah hujan dalam musim dingin
d = sepanjang tahun kekurangan curah hujan
Thorntwhaite menggunakan tinjauan suhu
(T) yaitu dengan nisbah T-E. Di daerah kutub koefisien panas sangat rendah, dan
nisbah T-E adalah (nol) pada batas iklim tundra.
Daerah
suhu menurut Thorntwhaite
Menurut klasifikasi iklim Thorntwhaite
daerah hutan hujan tropis jauh lebih sedikit, hal ini berbeda dengan hasil
Koeppen dimana luasnya paling tinggi. Namun penggunaan metode Thorntwhaite lebih
memuaskan daripada Koeppen, namun karena data penguapan sangat kurang sehingga
sulit diterapkan.
Penerapan metode Thorntwhaite untuk daerah tropis
seperti Indonesia, suhu sepanjang tahun hampir konstan sehingga variasi indeks
P-E dari tempat satu ke tempat yang lain hanya tergantung presipitasi saja.
Sehingga klasifikasi ini tidak cocok untuk daerah tropis.
C. Metode Mohr
Berdasarkan
penelitian tanah, Mohr membagi tiga derajad kelembapan, yaitu:
- Jika jumlah
curah hujan dalam 1 bulan > 100 mm, disebut bulan basah karena P
melebihi E
- Jika jumlah
curah hujan dalam 1 bulan < 60 mm, disebut bulan, E lebih banyak dari
air tanah daripada dari curah hujan.
- Jika jumlah
curah hujan dalam 1 bulan antara 60 – 100 mm, dinamakan bulan lembab, P
dan E ± seimbang.
Tahapan yang dilakukan Mohr adalah:
- Mencari bulan
kering dan bulan basah.
- Mencari jumlah
rata-rata seperti pada metode Koeppen (kurang sesuai untuk iklim di
Indonesia).
D. Klasifikasi
Iklim Schmidth – Ferguson
Sistem klasifikasi
ini sangat terkenal
di Indonesia dan
banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan. Klasifikasi
ini sebenarnya merupakan modifikasi atau
perbaikan dari sistem
klasifikasi Mohr yang
telah ada sebelumnya dan
digunakan di Indonesia. Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi ini hanya
memperhatikan unsur iklim
hujan dan memerlukan
data hujan bulanan paling sedikit
10 tahun. Kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab
dan bulan basah dengan pengertian sebagai berikut :
Bulan kering (BK) :
bulan dengan hujan < 60 mm
Bulan
lembab (BL) : bulan dengan hujan antara
60 – 100 mm
Bulan
basah (BB) : bulan dengan hujan > 100 mm.
Schmidth
& Ferguson menentukan BB, BL, dan BK
tahun demi tahun selama periode
pengamatan yang kemudian
dijumlahkan dan dihitung
rata-ratanya. Penentuan tipe iklimnya mempergunakan nilai Q yaitu :
Dari perhitungan
nilai Q tersebut
dan dengan menggunakan
segi tiga Schmidth
& Ferguson maka didapatkan 8 tipe iklim dari A hingga H sebagai
berikut :
E. Klasifikasi
Iklim Oldeman
Klasifikasi ini tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia
dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria
yang digunakan. Namun
demikian, untuk keperluan
praktis klasifikasi ini
cukup berguna khususnya dalam
klasifikasi lahan pertanian
tanaman pangan di
Indonesia. Oldeman telah membuat
sistem baru dalam
klasifikasi iklim yang
dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Kriteria
dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada
perhitungan bulan basah (BB),
bulan lembab (BL) dan bulan kering
(BK) yang batasannya
memperhatikan peluang hujan,
hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.
Konsep yanga dikemukakan Oldeman adalah :
1.
Padi
sawah akan membutuhkan air rata-rata per bulan 145 mm dalam musim hujan.
2.
Palawija
membutuhkan air rata-rata 50 mm per bulan pada musim kemarau.
3.
Hujan bulanan
yang diharapkan mempunyai
peluang kejadian 75
% sama dengan 0,82 kali hujan rata-rata bulanan dikurangi 30
4.
Hujan
efektif untuk padi sawah adalah 100 %
5.
Hujan
efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat sebesar 75 %.
Dengan konsep
pemikiran di atas
maka dapat dihitung
hujan bulanan yang diperlukan untuk padi sawah maupun palawija (x) dengan
menggunakan data jangka panjang yaitu :
Padi
sawah : 145 = 1,0 (0,82x – 30)
x = 213 mm/bulan.
Palawija :
50 = 0,75 (0,82 x – 30)
x = 118 mm/bulan
Nilai 213 dan 118 mm
per bulan selanjutnya
dibulatkan menjadi 200 dan 100 mm
per bulan yang digunakan
sebagai batas penentuan
bulan basah (BB)
dan bulan kering (BK).
Bulan Basah (BB) : bulan dengan rata-rata curah hujan > 200
mm
Bulan lembab (BL) : bulan
dengan rata-rata curah hujan 100 – 200 mm
Bulan Kering (BK) : bulan
dengan rata-rata curah hujan < 100 mm
Dalam penentuan klasifikasi
iklimnya, Oldeman menggunakan
ketentuan panjang periode bulan
basah dan bulan kering berturut-turut.
Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi
menjadi 5 tipe yang
didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut. Sedangkan
subdivisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah
bulan kering berturut-turut. Berikut
pembangian tipe iklim utama dan subdivisinya.
Dari lima tipe
utama dan empat
sub divisi tersebut
maka tipe iklim
dapat dikelompokkan menjadi 17 daerah agroklimat Oldeman mulai dari A1
sampai E4. Untuk lebih jelasnya
lihat segitiga Oldeman
pada Gambar 2.
Dalam hubungan dengan pertanian khususnya
tanaman pangan, Oldeman mengemukakan penjabaran
tiap-tiap tipe agroklimat sebagai berikut: