Sistem irigasi sudah dikenal
beribu-ribu tahun yang lalu dari zaman kerajaan Babylon yang memanfaatkan
pengelolaan sungai Trigis untuk irigasi pertanian. Demikian pula di Indonesia
yang mengenal sistem irigasi sejak zaman hindu kuno. Beberapa sungai pernah
dibuat sebagai sistem irigasi seperti di Jawa Barat dengan ditemukannya
prasasti yang menerangkan pembuatan sungai tersebut. Sedangkan di Jawa Tengah, sistem
irigasi sudah dikenal sejak abad ke-9, di Jawa Timur diperkirakan ada sistem
irigasi sejak abad ke-8. Sehingga Kerajaan Majapahit dan Demak dikenal sebagai
pengekspor beras. Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini dibuktikan
dengan adanya sedahan (petugas yang
melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah
wilayahnya). Saat ini, seluruh jaringan irigasi telah mengairi areal pertanian
seluas 6,7 juta hektar yang 75,5 persen diantaranya berada di Pulau Sumatera
dan Jawa, masing-masing sebesar 27,13 persen dan 48,32 persen.
Fakta sejarah tersebut membuktikan bahwa meskipun Indonesia terletak di kawasan beriklim tropis basah dengan
karakteristik hujan yang tinggi pada beberapa bulan di musim penghujan dan
bulan-bulan kering, masih membutuhkan sistem irigasi.
Fungsi
utama irigasi adalah untuk memberikan suplai air ke tanaman. Disamping fungsi
pokok untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, irigasi juga mempunyai fungsi
tambahan, diantaranya; 1) mendinginkan tanah dan tanaman, 2) mencuci
garam-garaman dari permukaan tanah, 3) melunakkan tanah dan 4) mengaplikasikan
bahan-bahan kimia, seperti pupuk, pestisida, dan herbisida.
Apabila
disebutkan tentang sistem irigasi bayangan orang selalu dibawa pada suatu
bangunan fisik berupa bendung, dam, ataupun saluran yang membawa air untuk
mengairi tanaman. Namun orang selalu lupa bahwa agar bangunan tersebut dapat
beroperasi dengan benar maka diperlukan pula manusia yang mengoperasikan
pintu-pintu, memelihara saluran air, atau membagikan air dengan
adil pada saat kekurangan air. Oleh sebab itu perlu ditakrifkan apa irigasi dan sistem irigasi itu.
Takrif
Irigasi
Takrif
irigasi yang pertama adalah dari Hansen
(1990), bahwa irigasi
adalah suatu upaya untuk memasukkan air ke dalam tanah (dalam bentuk lengas
tanah) di sekitar mintakat (zone) perakaran untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman dan membuang kelebihannya selama proses pertumbuhan berlangsung. Dari takrif tersebut, irigasi dimaksudkan
untuk memasok kebutuhan air tanaman dengan cara memasukkan air dalam bentuk
lengas tanah. Pemenuhan kebutuhan lengas oleh tanaman ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber lengas alami, untuk kasus di Indonesia sumber lengas alami
diantaranya hujan, luapan sungai dan atau sumber air dari aliran permukaan. Pengertian irigasi menurut Hansen
(1990) tersebut mencakup kegiatan drainase, yaitu proses pengatusan apabila
terjadi kelebihan air. Hal demikian juga
ditujukan untuk mendorong pertumbuhan tanaman sesuai yang dikehendaki untuk
mencapai produksi tanaman yang optimum.
Apabila
dikaji lebih jauh, takrif irigasi dari Hansen (1990) tersebut hanya terbatas memberikan lengas ke daerah perakaran dan kegiatan drainase.
Namun tidak merinci lebih jauh dengan bagaimana teknik dalam memberikan lengas dan
membuang kelebihan air tersebut. Selain hal tersebut, dari aspek manajemen belum dibicarakan. Irigasi menurut definisi tersebut,
telah menentukan tujuan, namun sebagai suatu sistem bagaimana keterkaitan antar
komponen sistem belum disinggung, antara lain bagaimana air tersebut diberikan,
kapan dan berapa volume yang diberikan (aspek pengaturan).
Sedangkan takrif irigasi oleh Small
dan Svedsen (1992), human intervention to
modify spatial or temporal distribution of water occuring in natural channels,
depressions, drainage ways, or aquifers and to manipulate all of part of this
water to improve production of agricultural crops or to enhance growth of
desirable plants (campur tangan manusia untuk memodifikasi agihan air berdimensi
ruang dan waktu yang terjadi pada saluran-saluran alami, cekungan-cekungan
tanah, jalur-jalur drainase alami, akuifer-akuifer dan untuk memanipulasi
keseluruhan bagian air tersebut untuk meningkatkan produksi tanaman atau
mendorong pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang dikehendaki.
Berbeda dengan takrif yang diberikan oleh Hansen (1990),
takrif irigasi oleh Small dan Svedsen (1992) lebih menekankan pada upaya manusia untuk memanipulasi sumber-sumber air irigasi dengan tujuan untuk
meningkatkan produksi tanaman pada suatu budidaya tanaman sesuai kebutuhan manusia.
Sehingga dari takrif tersebut secara tersirat melihat pentingnya peranan
(intervensi) manusia dalam sistem irigasi.
Dibandingkan
dengan pada takrif oleh Hansen (1990), takrif oleh Small dan Svedsen (1992) memberikan
penekanan pada intervensi manusia. Karena sistem
irigasi merupakan sistem yang komplek dimana di dalamnya terdapat beberapa komponen,
antara lain petani, pemerintah, sarana fisik, regulasi sosial ekonomi,
teknologi dan budaya, maka takrif tersebut mau tidak mau harus mengalami
perkembangan lebih lanjut (penyesuaian). Sehingga, dalam konteks irigasi di
Indonesia beberapa penyempurnaan terhadap takrif tersebut telah dilakukan,
dan terlihat dari beberapa aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia
(Peraturan Pemerintah/PP) berkaitan dengan irigasi. Beberapa usaha penyesuaian oleh
pemerintah yang merupakan bentuk legal untuk pengaturan tentang irigasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.77/2001 dan Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang irigasi.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.
77/2001 tentang irigasi, disebutkan dalam pasal 1 ayat 3, irigasi adalah usaha penyediaan
dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi
air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sedangkan
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20/2006 tentang irigasi, irigasi
ditakrifkan sebagai usaha
penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Perkembangan
takrif irigasi terlihat dari kedua Peraturan Pemerintah (PP) tersebut diatas.
Dalam PP No. 77/2001 menyebutkan bahwa irigasi melakukan usaha penyediaan dan
pengaturan air, sedangkan menurut PP No. 20/2006, takrif tersebut disempurnakan
dengan menambahkan usaha pembuangan air irigasi (drainase). Dari sisi jenis
irigasi, terdapat penambahan yaitu irigasi rawa pada PP No. 20/2006, sedangkan
dari sisi tujuan tidak ada perubahan dari PP sebelumnya yaitu menunjang
kegiatan pertanian. Sehingga, dari hal tersebut akan dibahas mengenai usaha
pembuangan air irigasi (drainase) dan jenis irigasi rawa.
Dari
kedua takrif diatas keduanya telah memasukkan aspek manajemen irigasi. Dalam
suatu daerah irigasi, pada PP No 77/2001 belum mencakup fasilitas drainase yang
terlihat seperti dalam PP No. 20/2006. Pengatusan pada saat terjadi kelebihan
air sama pentingnya dengan memberikan lengas yang dibutuhkan tanaman untuk
berproduksi. Sehingga dirasa penting untuk memasukkan aspek drainase dalam
Peraturan Pemerintah tersebut.
Lebih
lanjut, berdasarkan jenis irigasi, terdapat penambahan irigasi rawa pada PP
No. 20/2006 yang pada PP sebelumnya tidak ada.
Hal demikian adalah satu bentuk adaptasi terhadap perkembangan jenis
lahan pertanian. Dimungkinkan bahwa lahan rawa dijadikan sebagai lahan
pertanian dimana masih membutuhkan irigasi yang mempunyai tujuan selain
memenuhi lengas tanaman juga untuk pencucian terhadap garam-garaman di permukaan tanah.
Penutup
Secara
umum, keempat takrif tersebut memberikan pemahaman yang berbeda-beda terhadap
arti irigasi. Takrif Hansen merupakan pemaknaan secara harfiah. Takrif Small dan Svedsen
menekankan pentingnya faktor manusia, ruang dan waktu dalam suatu proses
produksi tanaman. Dalam kedua
takrif tersebut, takrif
Hansen dan Small dan Svedsen memberikan tujuan irigasi yang sama,
yaitu produksi tanaman. Perbedaan
antara keempat takrif irigasi merupakan suatu proses perkembangan dalam
memaknai irigasi, baik sebagai suatu proses maupun sebuah sistem. Sedangkan
Pemerintah Indonesia, dalam mengakomodasi takrif tersebut masih perlu untuk
menambah dari aspek proses manajemen dan jenis irigasi. Dari kedua takrif yang
dihasilkan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu PP No. 77/2001 dan PP No. 20/2006
memberikan penekanan pada cakupan manajemen irigasi yang meliputi penyediaan,
pengaturan dan pembuangan. Sehingga dari aspek pengelolaan dan kegiatan irigasi
lebih terintegrasi.
Daftar Pustaka
Dharma, Agus. Perkembangan Kebijakan Sumber Daya Air Dan
Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Irigasi. Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Gunadarma.
Hansen, V.E. O.W. Israelsen and G.E.
Stringham. 1990. Irrigation Princilples
and Practices. John Willey & Sons. New York.
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun
2001 tentang Irigasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
2006 tentang Irigasi.
Small, L.E. dan M. Svendsen. 1992. A Framework for Assessing Irrigation
Performance. Working Papers on Irrigation Performance 1. Washington, DC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar